Minggu, 14 Juni 2015

makalah ilmu pendidikan Islam - kurikulum pendidikan








MAKALAH
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Tentang :
Kurikulum Pendidikan

Oleh :
Yulia Meta Arpani
Angges Nurjanah
12 104 026
12 104 033


                                                                   Dosen Pembimbing
Drs. Bukhari Umar M.Ag.
Surya Afdal, S.Ag., M.Ag.

Program Studi Tadris Bahasa Inggris
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN)
Batusangkar
2013 M / 1434 H






BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan, karena ia merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dan pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan. Tujuan pendidikan di suatu bangsa atau Negara ditentukan oleh falsafah dan pandangan hidup bangsa.
Berbedanya falsafah dan pandangan hidup suatu bangsa atau Negara menyebabkan berbeda pula tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan tersebut dan sekaligus akan berpengaruh pula terhadap Negara tersebut. Begitu pula perubahan politik pemerintahan suatu Negara mempengaruhi pula bidang pendidikan,yang sering membawa akibat terjadinya perubahan kurikulum yang berlaku. Dengan demikian, kurikulum senantiasa bersifat dinamis guna lebih menyesuaikan dengan berbagai perkembangan yang terjadi.
B.     Rumusan masalah
Pada bab makalah ini akan dijelaskan mengenai kurikulum pendidikan yang mencakup :
1.   Pengertian kurikulum pendidikan
2.   Orientasi kurikulum pendidikan
3.   Prinsip-prinsip kurikulum pendidikan
4.   Isi kurikulum pendidikan islam
C.    Tujuan
Mahasiswa dapat menjelaskan dan memahami indikator-indikator atau rumusan masalah yang ada dalam makalah sebagai salah satu materi perkuliahan.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kurikulum Pendidikan
Kata “kurikulum” mulai dikenal sebagai istilah dalam dunia pendidikan lebih kurang sejak satu abad yang lalu. Istilah kurikulum muncul untuk pertamakalinya dalam kamus Webster tahun 1856. Pada tahun itu kata kurikulum digunakan dalam bidang olahraga, yakni suatu alat yang membawa orang dari start  sampai ke finish. Barulah pada tahun 1955 istilah kurikulum dipakai dalam bidang pendidikan dengan arti sejumlah mata pelajaran disuatu perguruan.[1]
Pengertian kurikulum secara etimologis, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curure yang berarti tempat berpacu. Jadi,  istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga pada zaman Yunani Kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus di tempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish.
Secara terminologi, para ahli mendefinisikan kurikulum diantaranya:
a.    Corow dan crow mendefinisikan bahwa kurikulum adalah rancangan pengajaran atas sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis untuk menyelesaikan suatu program untuk memperoleh ijazah.
b.   M. Arifin memandang kurikulum sebagai seluruh bahan pelajaran yang harus disaj[i]kan dalam proses kependidikan dalam suatu sistim institusional pendidikan.
c.    Zakiah Daradjat memandang kurikulum sebagai suatu program yang direncanakan dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu.[2]


 Kurikulum dapat diartikan menurut fungsinya adalah sebagai berikut :
1.      Kurikulum sebagai program studi adalah seperangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh peserta didik disekolah atau di institusi pendidikan lainnya.
2.      Kurikulum sebagai konten berarti data atau informasi yang tertera dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lain yang memungkinkan timbulnya belajar.
3.      Kurikulum sebagai kegiatan terencana berarti kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan berhasil.
4.      Kurikulum sebagai hasil belajar adalah seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu tanpa menspesifikasi cara-cara yang dituju untuk memperoleh hasil itu, atau seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan.
5.      Kurikulum sebagai reproduksi kultural adalah transfer dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat, agar dimiliki dan dipahami anak-anak generasi muda masyarakat tersebut.
6.      Kurikulum sebagai pengalaman belajar adalah keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan dibawah pimpinan sekolah.
7.      Kurikulum sebagai produksi  adalah seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu.
Dari defenisi diatas dapat diambil kesimpulan, hakikat kurikulum dilihat dari fungsi kurikulum maupun tujuannya adalah kegiatan yang mencakup berbagai rencana kegiatan peserta didik yang terperinci berupa bentuk-bentuk bahan pendidikan, saran-saran strategi belajar mengajar, pengaturan-pengaturan program agar dapat diterapkan, dan hal-hal yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan.[3]
Dalam pasal 1 butir 19 UU no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan, defenisi kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[4]

B.     Orientasi Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum pendidikan islam berorientasi pada :
1.      Orientasi pelestarian nilai.
Dalam pandangan islam nilai terbagi atas dua macam, yaitu nilai yang turun dari Allah SWT (nilai ilahiah) dan nilai yang berkembang dari peradaban manusia sendiri (nilai insaniah). Kedua nilai tersebut membentuk norma-norma atau kaidah-kaidah kehidupan yang dianut dan melembaga pada masyarakat yang mendukungnya. Tugas kurikulum adalah menciptakan situasi-situasi dan program tertentu untuk tercapainya pelestarian kedua nilai tersebut.
Posisi kurikulum selanjutnya, sebagai agent of conservative dan agent of change. Artinya, untuk nilai-nilai yang bersifat universal dan objektif (nilai ilahiah) secara intrinsiknya tetap dilestarikan sampai pada generasi-generasi berikutnya, namun konfigurasinya dapat dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman, keadaan, dan tempat. Sebaliknya untuk nilai lokal yang bersifat subjektif (nilai insaniah), baik intrinsik maupun konfigurasinya, dapat diubah menurut perkembangan yang diinginkan dengan syarat tidak menimbulkan keresahan dan kebingungan masyarakat. Saat itu, aktifitas kurikulum harus memberikan nuansa-nuansa baru dalam memberikan wawasan pelestarian dan pengembangan nilai-nilai dan dapat menempatkan propersi sebagaimana mestinya.
2.      Orientasi peserta didik
Orientasi ini memberikan kompas pada kurikulum untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang disesuaikan dengan bakat, minat dan potensi yang dimilikinya, serta kebutuhan peserta didik. Orientasi ini diarahkan kepada pembinaan tiga dimensi peserta didiknya :
a.       Dimensi kepribadian sebagai manusia, yaitu kemampuan untuk menjaga integritas antara sikap, tingkah laku, etiket, dan moralitas.
b.      Dimensi produktivitas yang menyangkut apa yang dihasilkan anak didik dalam jumlah yang lebih banyak kualitas yang lebih baik setelah ia menamatkan pendidikannya.
c.       Dimensi kreatifitas yang menyangkut kemampuan anak didik untuk berpikir dan berbuat, menciptakan sesuatu yang berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat.
3.      Orientasi pada masa depan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Kemajuan pada suatu zaman ditandai oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta produk-produk yang dihasilkan. Hampir semua kehidupan dewasa ini tidak lepas dari keterlibatan IPTEK.  Mulai dari kehidupan yang sederhana sampai kehidupan dan peradapan yang paling tinggi dengan IPTEK. Maslah yang rumit bisa menjadi mudah. Masalah yang tidak berguna bisa menjadi berguna. Masalah yang usang dan kemudian dibumbui dengan produk IPTEK menjadi lebih menarik.
4.      Orientasi pada sosial demand
Masyarakat yang maju adalah masyarakat yamg ditandai oleh munculnya berbagai peradaban dan kebudayaan sehingga masyarakat tersebut mengalami perubahan dan perkembangan yang pesat walaupun perkembangan itu tidak mencapai titik kulminasi. Hal ini karena kehidupan selalu berkembang, tanpa perkembangan berarti tidak ada kehidupan.
5.      Orientasi pada tenaga kerja
Manusia sebagai makhluk biologis mempunyai unsur mekanisme jasmani yang membutuhkan kebutuhan-kebutuhan lahiriah, misalnya makan-minum, bertempat tinggal yang layak, dan kebutuhan biologis lainnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut harus dipenuhi secara layak, dan salah satu diantara persiapan untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan yang layak adalah melalui pendidikan. Dengan pendidikan, pengalaman dan pengetahuan seseorang bertambah dan dapat menentukan kualiatas dan kuantitas kerja seseorang. Hal ini karena dunia kerja dewasa ini semakin banyak saingan, dan jumlah perkembangan penduduk jauh lebih pesat dari penyediaan lapangan kerja.
Sebagai konsekuensinya, kurikulum pendidikan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan kerja. Hal ini ditujukan setelah keluar dari lembaga sekolah, peserta didik mempunyai kemampuan dan keterampilan yang professional, berproduktif dan kreatif, mampu mendayagunakan sumber daya alam, sumber daya diri dan sumber daya situasi yang mempengaruhinya.
6.      Orientasi penciptaan lapangan kerja
Orientasi ini tidak hanya memberikan arahan kepada kurikulum bagaimana menciptakan peserta didik yang terampil agar dapat mengisi lapangan kerja di dalam masyarakat tetapi mengingat terbatasnya lapangan kerja, maka kurikulum hendaknya dapat pula menciptakan peserta didik yang dapat membuat lapangan kerja baru yang dapat menyerap tenaga kerja terutama dirinya dan orang lain. Dengan orientasi ini maka hidupnya tidak akan lagi menggantungkan diri kepada orang lain.[5]
C.    Prinsip-prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
Adapun prinsip-prinsip kurikulum pendidikan islam menurut Mujib adalah sebagai berikut:
a.    Prinsip yang berorientasi pada tujuan. “Al- umur bi maqasha” merupakan  adagium ushuliyah ysng berimplikasikan pada aktivitas kurikulum yang terarah, sehingga tujuan pendidikan yang tersusun sebelumnya dapat trcapai.
b.   Prinsip relevansi. Implikasinya adalah mengusulkan agar kurikulum yang ditetapkan dapat dibentuk sedemikian rupa, sehingga tuntutan pendidikan dengan kurikulum tersebut dapat memenuhi jenis dan mutu tenaga kerja yang dibutuhkan masyarakat, serta tuntutan vertikal dalam mengemban nilai-nilai ilah sebagai rahmatan li al-‘alamin.
c.    Prinsip efesiensi dan efektifitas. Implikasinya adalah mengusulkan agar kegiatan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, tenaga, biaya, dan sumber-sumber lain secara cermat dan tepat sehingga hasilnya memenuhi harapan serta membuahkan hasil sebanyaknya.
d.   Prinsip fleksibilitas program. Implikasinya  adalah kurikulum disusun begitu luwes, sehingga mampu disesuaikan, waktu dan kondisi yang berkembang tanpa mengubah tujuan pendidikan yang diinginkan.
e.    Prinsip integritas. Implikasinya adalah mengupayakan kurikulum agar menghasilkan manusia seutuhnya, manusia yang mampu mengintegrasikan antara fakultas dzikir denganfakultas fikir, serta manusia yang dapat menyelaraskan kehidupan dunia dan akhirat.
f.    Prinsip kontinuitas. Implikasinya adalah bagaimana susunan kurikulum yang terdiri dri bagian yang berkesinambungan dengan kegiatan-kegiatan kurikulum lainnya, baik secara vertikal maupun secara horizontal.
g.   Prinsip sinkronisme. Implikasinya adalah bagaimana suatu kurikulum dapat seirama, searah, setujuan, serta jangan sampai terjadi kegiatan kurikulum lain yang menghambat, berlawanan, atau mematikan kegiatan lainnya.
h.   Prinsip objektivitas.implikasinya adalah kurikulum tersebut dilakukan melalui tuntutan kebenaran ilmiah yang objektivitas, dengan mengesampingkan pengaruh- pengaruh emosi yang irasional.
i.     Prinsup demokratis.implikasinya adalah pelaksanaan kurikulum harus dilakukan secara demokrasi.
j.     Prinsip analisis kegiatan. Prinsip ini mengandung tuntunan agar kurikulum dikonstruksikan melalui proses analisis isi bahan mata pelajaran, serta analisis tingkah laku yang sesuai dengan materi pelajaran.
k.   Prinsip individualisasi. Prinsip kurikulum yang memperhatikan perbedaan pembawaan dan lingkungan pada umumnya yang meliputi seluruh aspek pribadi peserta didik, seperti perbedaan jasmani, watak, inteligensi, bakat, serta kelebihan dan kekurangannya.
l.     Prinsip pendidikan seumur hidup. Konsep ini diterapkan dalam kurikulum mengingat keutuhan potensi subjek manusia sebagai subjek yang berkembang dan perlunya keutuhan wawasan manusia sebagai subjek yang sadar akan nilai.
Menurut Asy-syaibani, prinsip utama dalam kurikulum pendidikan islam adalah sebagai berikut :
a.    Berorientasi pada islam, termasuk ajaran dan nilai-nilainya.
b.   Prinsip menyeluruh baik dalam tujuan maupun isi kandungan.
c.    Prinsip keseimbangan antara tujuan dan kandungan kurikulum.
d.   Prinsip interaksi antara kebutuhan siswa dan kebutuhan masyarakat.
e.    Prinsip pemeliharaan antara perbedaan-perbedaan individu.
f.    Prinsip perkembangan dan perubahan seiring dengan tuntutan yang ada dengan tidak mengabaikan nilai-nilai absolute ilahiah.
g.   Prinsip integritas antara mata pelajaran, pengalaman, dan aktifitas kurikulum dengan kebutuhan peserta didik, masyarakat, dan tuntutan zaman, serta tempat peserta didik berada.[6]
Menurut Al-Abrasyi, prinsip utama kurikulum yaitu :
a.       Harus ada mata pelajaran yang ditujukan mendidik rohani atau hati.
b.      Mata pelajaran harus ada yang berisi tuntunan cara hidup, yaitu ilmu fikih dan ilmu akhlak.
c.       Mata pelajaran yang diberikan hendaknya mengandung kelezatan ilmiah, yaitu yang sekarang disebut orang mempelajari ilmu untuk ilmu.
d.      Mata pelajaran yang diberikan harus bermanfaat secara praktis bagi kehidupan.
e.       Mata pelajaran yang diberikan berguna dalam mempelajari ilmu lain seperti ilmu bahasa.[7]
Sedangkan Ralph Tyler mengemukakan prinsip kurikulum ditentukan oleh empat faktor, yaitu :
a.       Falsafah bangsa, masyarakat, sekolah dan guru-guru (aspek filosofis)
b.      Harapan dan kebutuhan masyarakat (aspek sosiologis)
c.       Hakikat anak antara lain taraf perkembangan fisik, mental, psikologis, emosional, sosial serta cara anak belajar (aspek psikologis)
d.      Hakikat pengetahuan atau disiplin ilmu (bahan pelajaran)[8]


D.    Isi Kurikulum Pendidikan Islam
Finc dan Grunkitton menyatakan hal yang diharuskan dalam perumusan isi kurikulum pendidikan islam, yaitu :
1.   Waktu dan biaya yang tersedia.
2.   Tekanan internal dan eksternal.
3.   Persyaratan tentang isi kurikulum dari pusat mauun daerah.
4.   Tingkat dari isi kurikulum yang akan disajikan.
Untuk menentukan kualifikasi isi kurikulum pendidikan islam dibutuhkan syarat yang perlu diajukan dalam perumusannya, yaitu :
1.   Materi yang tersusun tidak menyalahi fitrah manusia.
2.   Adanya relevansi dengan tujuan pendidikan islam.
3.   Disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan usia peserta didik.
4.   Perlunya membawa peserta didik kepada objek empiris dan praktik langsung.
5.   Penyusunan kurikulum bersifat integral, teroganisasi, dan terlepas dari segara kontradiksi antara materi satu dengan materi lainnya.
6.   Materi yang disusun relevansi dengan masalah yang mutakhir atau yang sedang dibicarakan.
7.   Adanya metode.
8.   Materi disusun mempunyai relevansi dengan perkembangan peserta didik.
9.   Memperhatikan aspek-aspek sosial.
10.     Materi yang disusun berpengaruh positif terhadap jiwa peserta didik.
11.     Memerhatikan kekuasaan pembawaan fitrah.
12.     Adanya ilmu alat untuk mempelajari ilmu-ilmu lainnya.
            Setelah syarat- syarat itu dipenuhi, disusunlah isi kurikulum pendidikan islam.ibnu Khaldun membagi isi kurikulum pendidikan islam dengan dua tingkatan,yaitu:
1.      Tingkatan pemula(manhaj ibtida’i)
Materi kurikulumdifokuskan pada pembelajaran Al-qur’an dan As-sunah.Ia memandanng bahwa Al-qur’an merupakan asal agama, sumber berbagai ilmu pengetahuan , dan asas pelaksanaan pendidikan islam.
2.   Tingkat atas(manhaj ‘ali)
Kurikulum tingkat ini memiliki dua kualifikasi,yaitu:ilmu-ilmu yang berkaitan dengan zat nya sendiri dan ilmu-ilmu yang ditujan untuk ilmu-ilmu lain.
Klasifikasi isi kurikulum :
1.   Menurut kuantitas yang mempelajari
a.    Ilmu fardhu a’in, yaitu ilmu yang harus diketahui oleh setiap muslin yang bersumber dari kitab Allah.
b.   Ilmu fardhu kifayah, yaitu ilmu yang cukup dipelajari oleh sebagian orang muslim saja. seperti ilmu yang berkaitan dengan masalah duniawi.
2.   Menurut fungsinya
a.    Ilmu tercela (madzmumah),yaitu ilmu yang tidak berguna untuk masalah dunia dan masalah akhirat,serta mendatangkan kerusakan.
b.   Ilmu terpji (mahmudah),yaitu ilmu-ilmu agama yang dapat menyucikan jiwa dan menghindarkan hal-hal buruk, serta ilmu yang dapat mendekatkan diri manusia kepada Allah SWT.
c.    Ilmu terpuji dalam batas-batas tertentu, dan tidak boleh dipelajari secara mendalam, karena akan mendatangkan ateis (ilhad) seperti ilmu filsafat.
3.   Kelompok  menurut  sumbernya
a.    Ilmu syar’iyah, yaitu ilmu-ilmu yang didapat dari wahyu ilahi dan sabda nabi.
b.   Ilmu ‘aqliyah, yaitu ilmu yang berasal dari akal pikiran setelah mengadakan eksperimen dan akulturasi.
Konferensi di Islamabad II[islam di abad II] menghasilkan keputusan bahwa isi kurikulum terbagi atas dua, yaitu :
a.    Grup perennial, yaitu Al-qur’an, meliputi qira’at, hifdz, tafsir, sunnah, sirah, tauhid, fikih, ushul fiqh, bahasa Al-qur’an (baik fonologi, sintaksis, maupun semantik).
b.   Grup acquired, yaitu :
1.   Seni (imajinatif ), meliputi seni Islam arsitektur, bahasa, dan sebagainya.
2.   Seni intelek, meliputi pengetahuan sosial, kesusastraan, filsafat, pendidikan, ekonomi, politik, sejarah, peradaban Islam, ilmu bumi, sosiologi, linguistik, psikologi, antropologi, dan sebagainya.
3.   Ilmu murni, meliputi engineering dan teknologi, ilmu kedokteran, pertanian, kehutanan, dan sebagainya.
4.   Ilmu praktik (practical science), meliputi ilmu perdagangan, ilmu adminstrasi, ilmu perpustakaan, ilmu kerumahtanggaan, ilmu komunikasi, dan sebagainya.
Berdasarkan pada Qs. Fushilat ayat 53 :
سَنُريهِمءَايَاتِنَافِي الاَفَاقِ وَفِي اَنفُسِهِم حَتى يَتَبَينَ لَهُم اَنهُ الحَق اَوَلَم يَكفِ بِرَبكَ اَنهُ عَلَى كُل شَيْءٍ شَهِيْدٌ
Artinya :“kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri (anfus), sehingga jelaslah nagi mereka bahwa Al-qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?”
Ayat di atas mengandung tiga isi kurikulum pendidikan Islam, yaitu :
1.      Isi kurikulum yang berorientasi pada “ketuhanan”. Rumusan isi kurikulum yang berkaitan dengan ketuhanan, mengenai zat, sifat, perbuatanNya.
2.      Isi kurikulum yang berorientsi pada “kemanusiaan”. Rumusan isi kurikulum yang berkaitan dengan perilaku manusia, baik manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk berbudaya, dan makhluk berakal.
3.      Isi kurikulum yang berorientasi pada “kealaman”. Rumusan isi kurikulum yang berkaitan dengan fenomena alam semesta sebagai makhluk yang di amanatkan dan untuk kepentingan manusia.
Ketiga bagian isi kurikulum tersebut disajikan dengan terpadu (integrated approach), tanpa adanya pemisahan, misalnya apabila membicarakan Tuhan dan sifatNya, akan berkaitan pula dengan relasi Tuhan dengan manusia dan alam semesta.[9]






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dalam pasal 1 butir 19 UU no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan, defenisi kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum pendidikan islam berorientasi pada :Orientasi pelestarian nilai, Orientasi peserta didik, Orientasi pada masa depan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), Orientasi pada sosial demand, Orientasi pada tenaga kerja, Orientasi penciptaan lapangan kerja.
Adapun prinsip-prinsip kurikulum pendidikan islam menurut Mujib adalah sebagai berikut: Prinsip yang berorientasi pada tujuan, prinsip relevansi, prinsip evisiensi dan evektivitas, prinsip fleksibilitas program, prinsip integritas, prinsip kontinuitas, prinsip sinkronisme, prinsip objektivitas, prinsip demokratis, prinsip analisis kegiatan, prinsip individualisasi, dan prinsip pendidikan seumur hidup.
isi kurikulum pendidikan Islam, yaitu :Isi kurikulum yang berorientasi pada ketuhanan, kemanusiaan, dan kealaman.
B.     Saran
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang ada dalam makalah ini,oleh karena itu penulis berharap akan adanya saran dan kritikan yang sifatnya membangun, agar makalah ini bisa bertambah baik dan lebih sempurna.


Daftar Pustaka

Tafsir, Ahmad, 2008, Ilmu Pendidikan dalam perspektif Islam,Bandung:Remaja Rosdakarya
Ramayulis, 2006, Ilmu Pendidikan Islam,Jakarta: Kalam mulia
Suyanto, 2006, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:Kencana Prenada Media
Umar, Bukhari,2010, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:Amzah
Suparlan, 2012, Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum dan Materi Pembelajaran, Jakarta:Bumi Aksara
Nasution, S, Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta:Bumi Aksara


[1] Bukhari umar, Ilmu pendidikan islam, (Jakarta : Amzah, 2010) hal. 162
[2] Ramayulis, ilmu pendidikan islam,(jakarta : Kalam Mulia, 2006) hal. 150-151
[3] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu pendidikan islam, (Jakarta : Kencana Prenada Media, 2006) hal. 122-123
[4] Suparlan, Tanya jawab pengembangan kurikulum dan materi pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara, 2012) hal. 36-37
[5] Ramayulis, op.chit., hal.166-168
[6] Bukhari Umar, op.chit., hal. 167-171
[7] Ahmad Tafsir, Ilmu pendidikan dalam perspektif islam, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2008) hal. 66
[8] S. Nasution, Kurikulum dan pengajaran, (Jakarta, Bumi Aksara, 1999) hal. 6
[9] Abdul Mujid dan Jusuf Mudzakir, op.chit., hal. 148-154
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan tulis opini mu disini :)