BAB
1
PENDAHULUAN
Segala puji dipersembahkan ke hadirat Allah SWT,
karena berkat hidayah Allah SWT kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul
“TASAWUF POSITIF”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah akhlak
tasawuf.
Kami mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam proses pembuatan makalah
ini, sehingga dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Semoga makalah ini
memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan
dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Batusangkar,
14 oktober 2012
Tim
penulis
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tasawuf Positif (Tasawuf Modern)
Dari sejarahnya, Sufisme masuk pada tahap yang lebih
dalam, dan lebih dari syari'ah. Dia merupakan perjalanan lebih lanjut dari
syari'ah, bukan semata lahiriyah saja, tapi juga batiniyah. Ciri khas pada
sufisme adalah pada yang batiniyah itu. Artinya yang disentuh di dalam tasawuf
adalah aspek-aspek hubungan batin manusia dengan Tuhan, ketimbang ritualnya.
Tapi, ini bukan berarti Tasawuf meninggalkan sisi ritual. Kita sering menyebutnya
dengan istilah tasawuf positif.[1]
Tasawuf Positif atau tasawuf modern merupakan
tasawuf yang bersikap positif terhadap kehidupan duniawi, yang dibuktikan
dengan melibatkan diri dalam kegiatan duniawi, seperti ; bisnis, pemerintahan, politik, pendidikan,
dan lain-lain. Dengan kata lain, tasawuf positif ini menghendaki manusia taat
beribadah kepada Allah tetapi aktif pula dalam berbagai kegiatan duniawi.[2]
Kemudian tasawuf positif tidak mengabaikan syariah.
Tasawuf dan syariah tidak saling menolak, tetapi memperkuat satu sama lain,
sehingga tidak ada tasawuf tanpa syariah dan tidak ada syariah tanpa tasawuf.
Dalam tasawuf positif akhlak merupakan sasaran menjalani kehidupan sufisfik,
yakni orang yang mempraktikkan kehidupan sufisfik selalu mengontrol nafsunya,
sehingga menjadi orang yang sabar, bebas dari dengki, iri, dendam, kemarahan
yang tidak pada tempatnya, nafsu serakah, dan lain-lain.
Akhirnya, tasawuf positif mementingkan amal saleh
sebagai bagian dari akhlak sosial dan bukan hanya akhlak individual. Ini
berbeda dengan tasawuf selama ini yang kadang-kadang dianggap sebagai anti
sosial, karena mengajarkan untuk melakukan uzlah,
yaitu pengasingan diri dari pergaulan masyarakat dengan tujuan untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Taswuf
positif juga melakukan pendekatan kepada Allah, tetapi tidak menjauhi
kepentingan hidup duniawi.3
B.
Peranan
tasawuf dalam kehidupan modern
Di era globalisasi (zaman modern) ini adalah
beberapa masalah yang muncul dalam masyarakatnya, yaitu:[3]
1. Desintegrasi
ilmu pengetahuan
Kehidupan modern, antara lain ditandai oleh adanya
spesialisasi dibidang ilmu pengetahuan. Masing-masing ilmu pengetahuan
mempunyai cara pandang sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Jika
seseorang menghadapi masalah, lalu ia pergi kepada kaum teolog, ilmuwan,
politisi, sosiologi, ahli biologi, psikolog, etnologi, dan ekonom. Mereka akan
memberikan jawaban yang berbeda-beda dan terkadang saling bertolak belakang,
hal ini pada akhirnya dapat membingungkan manusia.
2. Kepribadian
yang terpecah
Karena kehidupan manusia modern jauh dari
nilai-nilai spiritual dan terkotak-kotak maka kepribadian manusia akan
terpecah.
3. Penyalahgunaan
ilmu pengetahuan dan teknologi
Sebagai akibat dari terlepasnya ilmu pengetahuan dan
teknologi dari ikatan spiritual maka iptek telah disalahgunakan dengan segala
implikasi negatifnya. Misalnya kemampuan membuat senjata yang diarahkan untuk
tujuan penjajahan bangsa lain.
4. Pendangkalan
iman
Sebagai akibat lain
dari pola piker keilmuwan tersebut, khususnya ilmu- ilmu yang hanya mengakui
fakta-fakta yang bersifat empiris, dapat menyebabkan iman manusia menjadi
dangkal.
5. Pola
hubungan materialistik
Semangat persaudaraan dan rasa saling tolong
menolong yang didasarkan atas panggilan iman sudah tidak tampak lagi.
6. Menghalalkan
segala cara
Sebagai akibat dari dangkalnya iman dan pola hidup
materialistik,
manusia dengan mudah dapat menggunakan prinsip menghalalkan segala cara dalam
mencapai tujuan.
7. Stress
dan frustasi
Kehidupan modern yang demikian kompetitif
menyebabkan manusia harus mengerahkan seluruh pikiran, tenaga, dan
kemampuannya. Mereka terus bekerja tanpa mengenal batas dan kepuasan. Akibatnya
jika terkena problem yang tidak dapat dipecahkan dirinya, ia akan stress dan
frustasi.
8. Kehilangan
harga diri dan masa depan
Terdapat sejumlah orang salah memilih jalan
kehidupan. Masa mudanya dihabiskan untuk memperturutkan hawa nafsu dan segala
cara telah ditempuhnya.
Pada abad XXI ini, penghayatan orang terhadap
tasawuf dituntut lebih humanistik,
empirik, dan fungsional dari yang
sebelumnya. Penghayatan terhadap ajaran islam, bukan hanya reaktif, tetapi
aktif serta memberikan arah kepada sikap hidup manusia didunia ini baik berupa
moral, spiritual, ekonomi, sosial dan sebagainya. Dan ketika tasawuf menjadi
‘pelarian’ dari dunia yang ‘kasat mata’ menuju dunia yang spiritual, bisa
dikatakan sebagai reaksi dan tanggung jawab sosial, yakni kewajiban dalam
melaksanakan tugas dan merespons terhadap masalah-masalah sosial.
Saat ini manusia berada di tengah-tengah kehidupan
masyarakat modern, atau sering pula disebut sebagai masyarakat yang sekuler.
Pada umumnya, hubungan antara anggota masyarakat atas dasar prinsip-prinsip
fungsional pragmatis. Mereka merasa bebas dan merasa lepas dari kontrol agama
dan pandangan dunia metafisis.
Dalam masyarakat modern yang cenderung rasionalis,
sekuler dan materialis, ternyata tidak menambah kebahagiaan dan ketentraman
hidupnya. Berkaitan dengan itu, Sayyid Hossein Nasr, menilai bahwa akibat
masyarakat modern yang mendewakan ilmu pengetahuan dan teknologi, berada dalam
wilayah pinggiran eksitensinya sendiri. Masyarakat yang demikian adalah
masyarakat barat yang telah kehilangan visi keahlian. Hal ini menimbulkan
kehampaan spiritual, yang berakibat banyaknya dijumpai orang yang stress dan
gelisah akibat tidak mempunyai pegangan hidup.
Kegelisahan
masyarakat modern itu antara lain disebabkan oleh perasaan takut kehilangan apa
yang dimiliki, timbulnya rasa takut masa depan yang tidak disukai, merasa
kecewa dengan hasil kerja yang tidak mampu memenuhi harapan dan kepuasan
spiritual, dan karena dirinya banyak melakukan pelanggaran dan dosa. Untuk
itu Hossein Nasr menawarkan alternative, agar mereka mau mendalami dan
menjalankan tasawuf karena tasawuf dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan
spiritual mereka. Disini tanggung jawab tasawuf bukan melarikan diri kehidupan
nyata ini, akan tetapi ia adalah suatu usaha mempersenjatai dengan nilai-nilai
ruhaniah, sebab dalam tasawuf selalu dilakukan zikir kepada Allah sebagai
sumber gerak, sumber norma, sumber motivasi, dan sumber nilai.[4]
Kehadiran tasawuf dapat melatih manusia agar
memiliki ketajaman batin dan kehalusan budi pekerti. Tasawuf akan membawa
manusia memiliki jiwa istiqomah yaitu jiwa yang selalu diisi dengan nilai-nilai
ilahiah. Ia selalu mempunyai pegangan dalam hidupnya. Keadaan demikian
menyebabkan ia tetap tabah dan tidak mudah terhempas oleh cobaan yang akan
membelokkannya kejurang kehancuran. Dengan demikian, stress, putus asa dan
lainnya akan dapat dihindari.
Itulah sumbangan positif yang dapat digali dan
dikembangkan dari ajaran tasawuf. Untuk itu, dalam mengatasi problematika
kehidupan masyarakat modern saat ini, akhlak tasawuf harus dijadikan salah satu
alternatif terpenting. Ajaran tasawuf perlu disuntikkan kedalam seluruh konsep
kehidupan. Ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, sosial, politik, kebudayaan
perlu dilandasi dengan ajaran tasawuf.[5]
C. Hal yang
terkandung dalam tasawuf positif
Secara terperinci, ada delapan doktrin yang bisa
dipahami dalam tasawuf positif ini, yaitu :[6]
1. Allah
sebagai perwujudan jalal dan jamal
Doktrin ini
dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa Allah memiliki dua sifat agung yang
saling melingkupi, yakni jalal yang
berarti keagungan, kehebatan, dan kedahsyatan yang membuat kita takut dan taat
kepada Allah, dan jamal yang berarti
indah, cantik dan mempesona, sehingga menimbulkan cinta kepada Allah.
2. Insan
kamil sebagai wujud manusia multidimensi
Tasawuf menghendaki manusia taat beribadah kepada
Allah, tetapi aktif pula dalam berbagai kegiatan duniawi.
3. Dunia
dalam eskatologi islam
Banyak orang yang cenderung memandang dunia dan
akhirat secara dikotomis. Bagi mereka, jalan yang perlu ditempuh untuk
mendapatkan kebahagiaan akhirat adalah dengan menjauhkan diri (bahkan
menyangkal) kehidupan dunia.
Tasawuf positif percaya bahwa kehidupan dunia
merupakan bagian dari fitrah eksistensi manusia. Disisi lain, ia justru
merupakan sarana menuju kebahagiaan akhirat. Cara manusia hidup didunia akan
menentukan kehidupannya di akhirat. Tasawuf percaya bahwa dunia adalah bagian
penting eksistensi manusia sebagai hamba Allah.
4. Hikmah
sebagai alternatif terhadap sufisme anti-intelektual
Tasawuf percaya bahwa rasionalitas dan
intelektualitas adalah sendi pencarian kebenaran, termasuk didalamnya kebenaran
spiritual.
Pribadi
Nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW adalah pribadi yang mengutamakan kedekatan
dan hubungan cinta antara manusia dengan Allah. Namun, pada saat yang sama, ia
melakukan transformasi dalam masyarakat dalam bidang sosial, ekonomi, politik,
budaya dan sebagainya.[7]
5. Syariat
sebagi unsur integral tasawuf
Tasawuf dan syariat tidaklah saling menolak, tetapi
memperkuat satu sama lain, sehingga tidak ada tasawuf tanpa syariat dan tidak
ada syariat tanpa tasawuf.
6. Alam
semesta sebagai tanda-tanda Allah
Tasawuf yang harus diberdayakan dalam kehidupan
sosial justru harus memahami bahwa alam dipenuhi tanda-tand atau ayat-ayat
Allah. Sains merupakan alat untuk memahami tanda-tanda alam dan juga merupakan
upaya mencapai kebenaran hakiki.
7. Akhlak
sebagai sasaran tasawuf
Seorang sufi dalam
tasawuf sosial adalah orang yang bisa mengandalikan diri, tasawuf adalah jalan
yang akan mentransformasikan diri sang sufi dari modus eksistensi manusia
kebanyakan menjadi manusia yang dihiasi oleh akhlak islam yang mulia. Inilah
titik tolak bagi individu sufi untuk menjalankan fungsi profetisnya.
8. Amal
saleh sebagai fungsi profetis tasawuf
Amal saleh bisa didefenisikan sebagai setiap
perbuatan dalam memperbaiki lingkungan hidup kita. Melakukan amal saleh adalah
sama dengan melakukan islah atau reformasi. Tasawuf dalam kehidupan sosial
melihat amal saleh sebagai satu-satunya tolak ukur bagi keberhasilan seseorang
dalam menjalani tasawuf.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada prinsipnya tasawuf itu, positif dan konvensional,
menekankan pada ibadah, amal saleh dan akhlak yang mulia, seperti jujur dan
adil. Jadi tasawuf positif mendorong kepada keterlibatan dalam berbagai aspek
kehidupan duniawi, dan juga mengingatkan perlunya taat beribadah, amal saleh
dan berakhlak mulia.
B. Saran
Sebagai manusia
ciptaan Allah SWT yang tak luput dari kekhilafan, kami Tim Penulis menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini masih ada kesalahan baik dari segi pemahaman
kami dan segi penulisannya sendiri. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Deswita,Akhlak tasawuf, STAIN Batusangkar,2010
Tebba sudirman, Tasawuf positif, Jakarta Timur:
Prenada Media, 2003
Aguslir, dkk. Akidah akhlak, Bukit tinggi: Pustekom
MAN 2 Bukit tinggi, 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tulis opini mu disini :)