Kamis, 04 Juni 2015

makalah tentang akhlak tasawuf

BAB 1
PENDAHULUAN
Segala puji dipersembahkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat hidayah Allah SWT kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “TASAWUF POSITIF”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah akhlak tasawuf.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam proses pembuatan makalah ini, sehingga dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Batusangkar, 14 oktober 2012
Tim penulis
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Tasawuf Positif (Tasawuf Modern)
Dari sejarahnya, Sufisme masuk pada tahap yang lebih dalam, dan lebih dari syari'ah. Dia merupakan perjalanan lebih lanjut dari syari'ah, bukan semata lahiriyah saja, tapi juga batiniyah. Ciri khas pada sufisme adalah pada yang batiniyah itu. Artinya yang disentuh di dalam tasawuf adalah aspek-aspek hubungan batin manusia dengan Tuhan, ketimbang ritualnya. Tapi, ini bukan berarti Tasawuf meninggalkan sisi ritual. Kita sering menyebutnya dengan istilah tasawuf positif.[1]
Tasawuf Positif atau tasawuf modern merupakan tasawuf yang bersikap positif terhadap kehidupan duniawi, yang dibuktikan dengan melibatkan diri dalam kegiatan duniawi, seperti  ; bisnis, pemerintahan, politik, pendidikan, dan lain-lain. Dengan kata lain, tasawuf positif ini menghendaki manusia taat beribadah kepada Allah tetapi aktif pula dalam berbagai kegiatan duniawi.[2]
Kemudian tasawuf positif tidak mengabaikan syariah. Tasawuf dan syariah tidak saling menolak, tetapi memperkuat satu sama lain, sehingga tidak ada tasawuf tanpa syariah dan tidak ada syariah tanpa tasawuf. Dalam tasawuf positif akhlak merupakan sasaran menjalani kehidupan sufisfik, yakni orang yang mempraktikkan kehidupan sufisfik selalu mengontrol nafsunya, sehingga menjadi orang yang sabar, bebas dari dengki, iri, dendam, kemarahan yang tidak pada tempatnya, nafsu serakah, dan lain-lain.
Akhirnya, tasawuf positif mementingkan amal saleh sebagai bagian dari akhlak sosial dan bukan hanya akhlak individual. Ini berbeda dengan tasawuf selama ini yang kadang-kadang dianggap sebagai anti sosial, karena mengajarkan untuk melakukan uzlah, yaitu pengasingan diri dari pergaulan masyarakat dengan tujuan untuk mendekatkan diri  kepada Allah. Taswuf positif juga melakukan pendekatan kepada Allah, tetapi tidak menjauhi kepentingan hidup duniawi.3
B.     Peranan tasawuf dalam kehidupan modern
Di era globalisasi (zaman modern) ini adalah beberapa masalah yang muncul dalam masyarakatnya, yaitu:[3]
1.      Desintegrasi ilmu pengetahuan
Kehidupan modern, antara lain ditandai oleh adanya spesialisasi dibidang ilmu pengetahuan. Masing-masing ilmu pengetahuan mempunyai cara pandang sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Jika seseorang menghadapi masalah, lalu ia pergi kepada kaum teolog, ilmuwan, politisi, sosiologi, ahli biologi, psikolog, etnologi, dan ekonom. Mereka akan memberikan jawaban yang berbeda-beda dan terkadang saling bertolak belakang, hal ini pada akhirnya dapat membingungkan manusia.
2.      Kepribadian yang terpecah
Karena kehidupan manusia modern jauh dari nilai-nilai spiritual dan terkotak-kotak maka kepribadian manusia akan terpecah.
3.      Penyalahgunaan ilmu pengetahuan dan teknologi
Sebagai akibat dari terlepasnya ilmu pengetahuan dan teknologi dari ikatan spiritual maka iptek telah disalahgunakan dengan segala implikasi negatifnya. Misalnya kemampuan membuat senjata yang diarahkan untuk tujuan penjajahan bangsa lain.
4.      Pendangkalan iman
Sebagai akibat lain dari pola piker keilmuwan tersebut, khususnya ilmu- ilmu yang hanya mengakui fakta-fakta yang bersifat empiris, dapat menyebabkan iman manusia menjadi dangkal.
5.      Pola hubungan materialistik
Semangat persaudaraan dan rasa saling tolong menolong yang didasarkan atas panggilan iman sudah tidak tampak lagi.
6.      Menghalalkan segala cara
Sebagai akibat dari dangkalnya iman dan pola hidup materialistik, manusia dengan mudah dapat menggunakan prinsip menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan.
7.      Stress dan frustasi
Kehidupan modern yang demikian kompetitif menyebabkan manusia harus mengerahkan seluruh pikiran, tenaga, dan kemampuannya. Mereka terus bekerja tanpa mengenal batas dan kepuasan. Akibatnya jika terkena problem yang tidak dapat dipecahkan dirinya, ia akan stress dan frustasi.
8.      Kehilangan harga diri dan masa depan
Terdapat sejumlah orang salah memilih jalan kehidupan. Masa mudanya dihabiskan untuk memperturutkan hawa nafsu dan segala cara telah ditempuhnya.
Pada abad XXI ini, penghayatan orang terhadap tasawuf dituntut lebih humanistik, empirik, dan fungsional dari yang sebelumnya. Penghayatan terhadap ajaran islam, bukan hanya reaktif, tetapi aktif serta memberikan arah kepada sikap hidup manusia didunia ini baik berupa moral, spiritual, ekonomi, sosial dan sebagainya. Dan ketika tasawuf menjadi ‘pelarian’ dari dunia yang ‘kasat mata’ menuju dunia yang spiritual, bisa dikatakan sebagai reaksi dan tanggung jawab sosial, yakni kewajiban dalam melaksanakan tugas dan merespons terhadap masalah-masalah sosial.
Saat ini manusia berada di tengah-tengah kehidupan masyarakat modern, atau sering pula disebut sebagai masyarakat yang sekuler. Pada umumnya, hubungan antara anggota masyarakat atas dasar prinsip-prinsip fungsional pragmatis. Mereka merasa bebas dan merasa lepas dari kontrol agama dan pandangan dunia metafisis.
Dalam masyarakat modern yang cenderung rasionalis, sekuler dan materialis, ternyata tidak menambah kebahagiaan dan ketentraman hidupnya. Berkaitan dengan itu, Sayyid Hossein Nasr, menilai bahwa akibat masyarakat modern yang mendewakan ilmu pengetahuan dan teknologi, berada dalam wilayah pinggiran eksitensinya sendiri. Masyarakat yang demikian adalah masyarakat barat yang telah kehilangan visi keahlian. Hal ini menimbulkan kehampaan spiritual, yang berakibat banyaknya dijumpai orang yang stress dan gelisah akibat tidak mempunyai pegangan hidup.
Kegelisahan masyarakat modern itu antara lain disebabkan oleh perasaan takut kehilangan apa yang dimiliki, timbulnya rasa takut masa depan yang tidak disukai, merasa kecewa dengan hasil kerja yang tidak mampu memenuhi harapan dan kepuasan spiritual, dan karena dirinya banyak melakukan pelanggaran dan dosa. Untuk itu Hossein Nasr menawarkan alternative, agar mereka mau mendalami dan menjalankan tasawuf karena tasawuf dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan spiritual mereka. Disini tanggung jawab tasawuf bukan melarikan diri kehidupan nyata ini, akan tetapi ia adalah suatu usaha mempersenjatai dengan nilai-nilai ruhaniah, sebab dalam tasawuf selalu dilakukan zikir kepada Allah sebagai sumber gerak, sumber norma, sumber motivasi, dan sumber nilai.[4]
Kehadiran tasawuf dapat melatih manusia agar memiliki ketajaman batin dan kehalusan budi pekerti. Tasawuf akan membawa manusia memiliki jiwa istiqomah yaitu jiwa yang selalu diisi dengan nilai-nilai ilahiah. Ia selalu mempunyai pegangan dalam hidupnya. Keadaan demikian menyebabkan ia tetap tabah dan tidak mudah terhempas oleh cobaan yang akan membelokkannya kejurang kehancuran. Dengan demikian, stress, putus asa dan lainnya akan dapat dihindari.
Itulah sumbangan positif yang dapat digali dan dikembangkan dari ajaran tasawuf. Untuk itu, dalam mengatasi problematika kehidupan masyarakat modern saat ini, akhlak tasawuf harus dijadikan salah satu alternatif terpenting. Ajaran tasawuf perlu disuntikkan kedalam seluruh konsep kehidupan. Ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, sosial, politik, kebudayaan perlu dilandasi dengan ajaran tasawuf.[5]
C.    Hal yang terkandung dalam tasawuf positif
Secara terperinci, ada delapan doktrin yang bisa dipahami dalam tasawuf positif ini, yaitu :[6]
1.      Allah sebagai perwujudan jalal dan jamal
Doktrin ini dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa Allah memiliki dua sifat agung yang saling melingkupi, yakni jalal yang berarti keagungan, kehebatan, dan kedahsyatan yang membuat kita takut dan taat kepada Allah, dan jamal yang berarti indah, cantik dan mempesona, sehingga menimbulkan cinta kepada Allah.
2.      Insan kamil sebagai wujud manusia multidimensi
Tasawuf menghendaki manusia taat beribadah kepada Allah, tetapi aktif pula dalam berbagai kegiatan duniawi.
3.      Dunia dalam eskatologi islam
Banyak orang yang cenderung memandang dunia dan akhirat secara dikotomis. Bagi mereka, jalan yang perlu ditempuh untuk mendapatkan kebahagiaan akhirat adalah dengan menjauhkan diri (bahkan menyangkal) kehidupan dunia.
Tasawuf positif percaya bahwa kehidupan dunia merupakan bagian dari fitrah eksistensi manusia. Disisi lain, ia justru merupakan sarana menuju kebahagiaan akhirat. Cara manusia hidup didunia akan menentukan kehidupannya di akhirat. Tasawuf percaya bahwa dunia adalah bagian penting eksistensi manusia sebagai hamba Allah.
4.      Hikmah sebagai alternatif terhadap sufisme anti-intelektual
Tasawuf percaya bahwa rasionalitas dan intelektualitas adalah sendi pencarian kebenaran, termasuk didalamnya kebenaran spiritual.
Pribadi Nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW adalah pribadi yang mengutamakan kedekatan dan hubungan cinta antara manusia dengan Allah. Namun, pada saat yang sama, ia melakukan transformasi dalam masyarakat dalam bidang sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya.[7]
5.      Syariat sebagi unsur integral tasawuf
Tasawuf dan syariat tidaklah saling menolak, tetapi memperkuat satu sama lain, sehingga tidak ada tasawuf tanpa syariat dan tidak ada syariat tanpa tasawuf.
6.      Alam semesta sebagai tanda-tanda Allah
Tasawuf yang harus diberdayakan dalam kehidupan sosial justru harus memahami bahwa alam dipenuhi tanda-tand atau ayat-ayat Allah. Sains merupakan alat untuk memahami tanda-tanda alam dan juga merupakan upaya mencapai kebenaran hakiki.
7.      Akhlak sebagai sasaran tasawuf
Seorang sufi dalam tasawuf sosial adalah orang yang bisa mengandalikan diri, tasawuf adalah jalan yang akan mentransformasikan diri sang sufi dari modus eksistensi manusia kebanyakan menjadi manusia yang dihiasi oleh akhlak islam yang mulia. Inilah titik tolak bagi individu sufi untuk menjalankan fungsi profetisnya.
8.      Amal saleh sebagai fungsi profetis tasawuf
Amal saleh bisa didefenisikan sebagai setiap perbuatan dalam memperbaiki lingkungan hidup kita. Melakukan amal saleh adalah sama dengan melakukan islah atau reformasi. Tasawuf dalam kehidupan sosial melihat amal saleh sebagai satu-satunya tolak ukur bagi keberhasilan seseorang dalam menjalani tasawuf.  

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pada prinsipnya tasawuf itu, positif dan konvensional, menekankan pada ibadah, amal saleh dan akhlak yang mulia, seperti jujur dan adil. Jadi tasawuf positif mendorong kepada keterlibatan dalam berbagai aspek kehidupan duniawi, dan juga mengingatkan perlunya taat beribadah, amal saleh dan berakhlak mulia.
B.      Saran
Sebagai manusia ciptaan Allah SWT yang tak luput dari kekhilafan, kami Tim Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih ada kesalahan baik dari segi pemahaman kami dan segi penulisannya sendiri. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Deswita,Akhlak tasawuf, STAIN Batusangkar,2010
Tebba sudirman, Tasawuf positif, Jakarta Timur: Prenada Media, 2003
Aguslir, dkk. Akidah akhlak, Bukit tinggi: Pustekom MAN 2 Bukit tinggi, 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan tulis opini mu disini :)